Sejak Virus Covid-19 muncul Februari lalu dan menyebar tanpa kendali, saat itu juga semua sendi kehidupan kita berubah. Kita yang terbiasa beraktivitas di luar rumah untuk bekerja atau sekolah harus terkurung di rumah selama berbulan-bulan. Perusahaan bangkrut, sekolah dan kantor libur. Dunia kita tiba-tiba jadi sesempit daun kelor, dari ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Kita yang terbiasa hidup bersosialita, tiba-tiba dipaksa menjadi individualis.

Rasa khawatir, rasa curiga, rasa takut, rasa bosan, rasa stress menghadapi persoalan masing-masing bertumpuk jadi satu. Menghadapi perubahan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, yang berbalik 180 derajat dari hidup yang sudah kita nikmati menyisakan kegalauan. Berita kematian-demi kematian, kabar sanak dan teman jatuh sakit menjadi informasi yang kadang membuat jantung kita berdetak lebih cepat.
Protokol kesehatan yang diwajibkan untuk meminimalisir penularan dan penyebaran virus Covid 19 di sisi lain juga memberikan rasa takut berlebihan pada masyarakat. Prosedur pemeriksaan untuk mendeteksi apakah kita terinfeksi virus Covid 19 ataukah tidak pada awalnya sangat menakutkan. Orang lebih memilih lari daripada harus menjalani swab.
Saat ada yang terkonfirmasi positif dan dijemput petugas medis, para tetangga kadang mencibir, ngerasani dan berusaha jauh sejauh-jauhnya. Tidak jarang penderita covid dibully. Penyakit akibat infeksi Corona ini dianggap seperti aib. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa orang yang terkena penyakit ini adalah orang yang terkena adzab sehingga banyak orang menyembunyikan diri saat terinfeksi virus Covid 19. Swab, isolasi, karantina mandiri, penguburan covid menjadi rangkaian kegiatan yang menakutkan bagi sebagian orang, meski sebagian lagi juga tidak mematuhi protocol kesehatan meski takut terinfeksi.
Saat teman sejawat sakit akibat virus ini, sebagian teman masih menganggap negative dan menstigma mereka seperti terkena aib. Saat keluraga terdekatku juga terkonfirmasi positif Virus Corona danharus menjalani perawatan di rumah sakit, sebagian keluarga justru menghindari melakukan tes swab, seakan tak berani menghadapi kenyataan jika mereka juga positif.
Di tengah ketidakpastian sampai kapan virus ini berakhir dan menghilang masih banyak orang yang tidak percaya jika virus ini nyata. Masih banyak yang menyebarkan berita bohong, masih banyak yang menebar stigma pada para korban. Mungkin mereka baru menyadari bahwa virus corona ini benar-benar nya, benar-benar menyebar penyakit pada manusia saat mereka juga terinfeksi Covid 19.
Gresik, 6 Januari 2021